Read Time:1 Minute, 57 Second
Jurnalis Mongabay Taufik Wijaya, menyerahkan buku Kisah Gajah Sumatera kepada Muhammad Fauzi sebagai Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FITK), dalam acara peringatan Hari Gajah Se-dunia di gedung Rafa Tower Kampus Sudirman UIN Raden Fatah Palembang. Selasa, (12/08/2025). Ukhuwahfoto/Mohamad Shabir Al Fikri.

UIN RF-Ukhuwahnews | Diskusi buku “Kisah Gajah Sumatera” disosialisasikan oleh salah satu Jurnalis Mongabay Indonesia dan Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IV Sumatera Selatan (Sumsel) dalam rangka mengenalkan dan membahas perkembangan gajah dari zaman dahulu hingga saat ini. Diskusi dilaksanakan di Rafa Tower UIN Raden Fatah Palembang, Selasa (12/08/2025).

Jurnalis Mongabay Indonesia, Taufik Wijaya mengatakan keberadaan gajah sejak zaman dahulu memiliki hubungan erat dengan manusia.

“Dari masa megalitikum, gajah berhubungan baik dengan manusia bahkan tidak diburu,” kata Taufik.

Baca juga: Pulang dengan Cerita: KKN UIN RF ke-83 Di Ogan Ilir Tinggalkan Desa Pengabdian

Taufik menjelaskan salah satu bukti yang menunjukkan keberlangsungan hidup gajah di alam Sumsel berupa rawa.

“Lengkungan yang ada di rawa adalah bekas kubangan gajah, dan dari hamparan itulah kemudian menjadi sarang ikan. Contohnya seperti di Ogan Komering Ilir (OKI) ada nama Desa Lebung Gajah,” jelasnya.

Taufik menyebut manusia harus berbagi ruang kehidupan dengan gajah tanpa mengganggu, agar alam tetap lestari.

“Jangan melihat gajah sebagai fungsional, fokuslah pada hal yang bisa kita lakukan untuk gajah. Ketika gajah hidup, berarti alam masih terjaga,” jawab Taufik saat sesi diskusi.

Sementara itu, presentasi oleh Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IV Sumsel, Kristianto Januardi yang membahas secara arkeologi Kisah Gajah berhubungan dekat dengan kehidupan manusia sejak dahulu dibuktikan dengan peninggalan-peninggalan.

“Manusia jaman sejarah sudah menggoreskan gambar di dinding goa yang biasanya menjadi simbol ungkapan hewan buruan atau peliharaan mereka, termasuklah gambar gajah,” ujar Kristianto.

Gajah pada zaman dahulu digunakan untuk membantu pekerjaan manusia, bahkan sampai menjadi bagian dari kerajaan-kerajaan yang ada di Sumatera.

“Sumatera kaya akan gajah, salah satu contohnya pada masa kerajaan Sultan Iskandar Muda di Aceh, gajah dijadikan bala tentara,” paparnya.

Seiring perkembangan zaman sejak abad ke 20 hingga kini, terjadi penurunan populasi gajah karena ulah yang dibuat oleh manusia.

“Diburu, lalu habitat gajah hilang sebab berubah menjadi pemukiman manusia,” ungkapnya diakhir presentasi.

Berdasarkan data dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) disampaikan oleh Taufik bahwa terdapat sekitar 200 populasi gajah di Sumsel saat ini.

Reporter: Nabilla Kartika Wiranti
Editor: Ahmad Hafiizh Kudrawi

About Post Author

Ahmad Hafiizh Kudrawi

Happy
Happy
100 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post Tradisi Bidar, Warisan Daerah Sumsel Diturunkan dengan Penuh Kebanggaan
Next post DEMA-U UIN Raden Fatah Dapat Sponsor dari Grab dan Bank BSI untuk PBAK 2025