
Penulis: Tanya Zalzabilla (Pengurus LPM Ukhuwah)
Asap tipis mengepul dari mulut kuali aluminium menyatu dengan uap aroma cuko yang tajam pada tengah hari, Selasa (1/7/25). Di sudut jalan KH Azhari Lorong Tangga Rajo 7, tangan-tangan cekatan membentuk adonan pempek, dari dapur itulah sebagian perempuan-perempuan yang ditinggal suami bertahan melalui usaha rumahan.
Ning atau biasa disapa akrab cik duduk di kursi putar sembari menunggu pelanggan di kedai miliknya. Pakaian panjang yang dikenakan olehnya, berpadu dengan kerudung hitam berongga. Ia pemilik sekaligus generasi pertama dari warung yang bernama Pempek Cek Ning, kedai pempek miliknya ini, sudah ia jalani selama kurang lebih satu bulan.
Berawal pada Tahun 2008, Ning berkeliling dengan menenteng Tenong (Wadah Makanan), ia menjualkan dagangannya dari rumah ke rumah, saat itu banyak masyarakat yang tertarik untuk terus membeli dagangannya.
“Banyak yang nanya, pempek ambil dari mana. Tapi aku emang beken dewek (aku memang bikin sendiri),” kata Ning.
Baca juga: Kampung Tempe Palembang: Antara Mesin dan Tradisi
Sejak saat itulah ia tidak berdagang lagi ke pasar, tetapi beralih berjualan di rumah. Dikarenakan pempek milik Ning dikenalkan oleh temannya dari mulut ke mulut, dan memiliki banyak pedagang eceran tetap di pasar.
“Sehari bisa membuat pempek sekitar 10.000 sampai 15.000 butir,” ujarnya.
“Perlu bahan baku dengan sagu 10 karung, minyak 50 kg, saya memakai ikan kakap yang biasanya diambil langsung dari anak sendiri yang berjualan di pasar 16,” sambungnya.
Akan tetapi, kadang ada waktunya Kedai Pempek Cek Ning mengalami sepi pembeli, terutama di masa aktif sekolah, walaupun kedai sedang mengalami kurang pendapatan, tapi para pekerja masih ingin datang dan mengaduk adonan pempek seperti biasanya, meskipun gajinya harus dipotong.
Hampir sebagian pekerja, di Kedai Pempek Cek Ning adalah wanita berstatus ibu tunggal yang bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

Biasanya kebanyakan pekerja digaji sesuai pekerjaannya atau sering disebut upahan, sudah ada sebelas orang yang bekerja di Kedai Pempek Cek Ning.
“Kata mereka daripada nganggur di rumah, mending kerja aja walaupun upahnya sedikit yang penting masih ada buat makan keluarga,” tutur Pemilik Kedai Pempek itu.
Seiring berjalan waktu, Ning mulai berniat ingin punya kedai kedua karena tertarik melihat warung pempek lain ramai pengunjung. Maka dari itu, seakan doanya langsung terkabulkan, kebetulan terdapat tanah kosong di dekat kedai pempek yang ramai itu, lalu ia mencoba berbicara dengan pemilik tanah untuk menyewa tanah tersebut, sehingga dapat membangun kedai pempek keduanya.
Sekarang, Kedai Pempek Cek Ning telah berkembang begitu pesat, total omset keuntungan yang dihasilkan dapat mencapai 200 juta rupiah, pempek dijual ke berbagai agen distributor, warung pempek tumpah di Pasar 16, bahkan sampai ke pulau Jawa.
Editor: Ahmad Hafiizh Kudrawi
About Post Author
Ahmad Hafiizh Kudrawi
More Stories
Siti Aminah, Penjaga Tradisi Nipah di Tepi Sungai Musi
[caption id="attachment_4623" align="aligncenter" width="1600"] Pengrajin mengikat daun nipah kering yang akan dijadikan rokok pucuk nipah di Kampung Anyaman 3/4 Ulu,...
Aksi Demonstrasi Bukan Hanya Kerusuhan, Wujud Suarakan Kemanusiaan
[caption id="attachment_4466" align="aligncenter" width="1500"] Pengunjuk rasa masuk ke halaman gedung DPRD Sumsel, Senin (01/09/2025). Ukhuwahfoto/Al Dona[/caption] Penulis: Selo Obrian (Pengurus...
Menyusuri Warisan Tionghoa di Tepi Musi
[caption id="attachment_4373" align="aligncenter" width="1280"] Papan bertuliskan sejarah singkat berdirinya Kampung Kapitan yang berada di Kelurahan 7 Ulu Kota Palembang, Senin...
Pempek di Tengah Riuh Negeri: Kisah dari Ulu Palembang
[caption id="attachment_4377" align="aligncenter" width="1280"] Pempek goreng yang siap disajikan kepada pengunjung kedai, di Kecamatan Seberang Ulu 1 Palembang, Senin (25/08/2025)....
Bukan Sekadar Seduhan Kopi: Realitas Kedai Ruang Diskusi
[caption id="attachment_4318" align="aligncenter" width="2560"] Potret Mahesa Putra sedang melakukan proses pembuatan kopi di meja bar kedai kopi Mibar, di Jalan...
Manisnya Cokelat dari Tanah Karo, Seulas Mimpi Pendidikan Tinggi untuk Anak
[caption id="attachment_4203" align="aligncenter" width="1620"] Dok/Kelompok Bhinneka Tunggal Ika[/caption] Penulis: Kelompok Bhinneka Tunggal Ika Medan-Ukhuwahnews | Pada pagi yang menyuguhkan sejuknya...
Average Rating