
Palembang – Ukhuwahnews | Lima dari sepuluh warga perajin gerabah di Kelurahan Sei Selincah, Kecamatan Kalidoni, Palembang, bertahan demi melestarikan kerajinan gerabah. Dengan keuletan tangan mereka, menciptakan nilai estetika tersendiri pada gerabah.
Salah satu perajin gerabah Selincah, Asmi mengatakan perajin gerabah masih banyak di pegang orang tua, ketimbang anak muda sekarang.
“Anak muda sekarang lebih suka jualan ketimbang membuat, kemarin ada sepuluh perajin gerabah, sekarang tersisa lima. Karna tidak ada penerusnya lagi,” ucapnya saat di wawancarai pada Selasa (15/10/2024).
Asmi menjelaskan dari punahnya pengrajin gerabah disebabkan faktor usia tua, dan minat anak-anaknya kurang untuk usaha gerabah.
“Jika bukan anak-anak kita, siapa lagi yang akan meneruskan kerajinan ini. Tapi nyatanya anak mudah kurang berminat mengolah gerabah,” jelasnya.
Baca juga: Kawan Community Sediakan Makanan Gratis bagi Mahasiswa UIN RF
Selain hilangnya penerus gerabah, omset yang di terima para perajin saat ini mengalami penurunan ketika memasuki musim hujan.
“Biasanya kita ada karyawan, masuk musim hujan gerabah susah kering, butuh beberapa hari untuk pengeringan. Jadi saat ini kita olah sendiri,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Asmin Mengatakan produk gerabah yang paling banyak di minati adalah celengan dan kendi untuk tembuni bayi baru lahir.
“Kendi dan celengan paling utama kita produksi, sebab itulah yang paling banyak di beli orang, terutama rumah sakit,” katanya.
Baca juga: Perkembangan Kain Jumputan Palembang Mulai dari IKM hingga tembus Mancanegara
Untuk harga dari setiap produk gerabah yang di jual oleh perajin tidak terlalu mahal karna pembelian dari agen pertama.
“Disini murah untuk per gendi, satunya 10 ribu ukuran biasa karna kita agen pertama. Tapi kalo sudah di luar tidak dapat lagi harga segitu,” tambahnya.
Adapun kendala yang di alami Asmi saat ini, adalah bahan baku terutama pada kayu bakar, biasanya mereka mengambil di belakang rumah, tapi sekarang harus membeli dari orang lain.
“Harga satu gerobak untuk kayu bakar 300 ribu, belum lagi tanah liat nya 2 juta dalam satu truk. Sehingga untung dalam jualan tidak seberapa besar modal yang keluar,” keluhnya.
Terakhir Asmi berharap, budaya gerabah ini terus berkembang sampai kapanpun, terutama di kota Palembang.
“Kalo bukan kita siapa lagi yang akan meneruskan budaya ini, setidaknya kita meneruskan budaya turun menurun dari orang tua kita,” tutupnya.
Reporter: Marshanda
Editor: Hanifah Asy Syafiah
About Post Author
Hanifah Asy Syafiah
More Stories
Menerangi Sumatera Selatan dengan Isu Transisi Energi Berkeadilan
[caption id="attachment_4717" align="aligncenter" width="1600"] “Dicky Edwin Hindarto, Dewan Pembina Yayasan Mitra Hijau, menjelaskan transisi energi berkeadilan dari fosil ke energi...
Belajar Literasi di Perpustakaan Tanpa Buku SMK Negeri 8 Palembang
[caption id="attachment_4667" align="aligncenter" width="2172"] Siswi menunjukkan koleksi dari perpustakaan luar ruangan di SMK Negeri 8 Palembang, Sabtu (27/09/2025). Ukhuwahfoto/Rani Dwi...
Festival Tani Upayakan Isu Agraria jadi Sorotan Serius
[caption id="attachment_4663" align="aligncenter" width="2038"] Sejumlah aktor menampilkan pertunjukan "TAH TANAH" dari Teater Arafah pada Festival Tani di Rumah Sintas, Minggu (27/09/2025)....
Pasar Cinde Jadi Surga Batu Cincin dengan Harga Beragam
[caption id="attachment_4627" align="aligncenter" width="1086"] pedagang menyelesaikan pola batu akik di Pasar cinde kota palembang, Minggu (21/09/2025). Ukhuwahfoto/RaniDwioktafidiya[/caption] Palembang-Ukhuwahnews| Pasar Cinde...
Siti Aminah, Penjaga Tradisi Nipah di Tepi Sungai Musi
[caption id="attachment_4623" align="aligncenter" width="1600"] Pengrajin mengikat daun nipah kering yang akan dijadikan rokok pucuk nipah di Kampung Anyaman 3/4 Ulu,...
Anyaman Daun Nipah dan Tumpukan Sampah di Baliknya
[caption id="attachment_4604" align="aligncenter" width="2048"] Limbah dari kerajinan daun nipah di kampung Anyaman 3/4 Ulu. Sabtu, (20/09/2025). Ukhuwahfoto/Ranidwioktafidiya.[/caption] Penulis: Marshanda (Pemimpin...
Average Rating