Read Time:2 Minute, 9 Second
Warga Desa Tempirai Selatan, Kecamatan Penukal Utara, Kecamatan Penukal Abab Lematang Ilir, Muhammad Faisal berdiri jalur ke Jongot miliknya. Ukhuwahfoto/Mohamad Shabir Al Fikri

Penukal Abab Lematang Ilir-Ukhuwahnews | Saat ini bagi sebagian orang, tanah hanyalah wilayah yang dapat digarap atau dijual. Namun, bagi Muhammad Faisal seorang warga Desa Tempirai Selatan sekaligus pemilik jongot, lahan adat ini merupakan identitas keluarga, dan simbol persaudaraan yang lebih dari sekedar aset.

“Dahulu yang pertama kali membuka jongot itu eyang dan orang tua saya, setelah menikah barulah jongot dan rumah diwariskan kepada saya,” ucap Faisal, Sabtu (16/08/2025).

Dalam tradisi Tempirai, jongot biasanya diwariskan kepada anak laki-laki tertua, karena dipengaruhi oleh sistem patrilineal yang dianut masyarakat setempat. Meskipun demikian, aturan kepemilikan lahan adat ini tetap dimiliki bersama oleh keluarga dan diberikan tanggung jawab pengurusannya kepada putra sulung.

Baca juga: Hadirkan Keindahan Pemandangan Alam di Green Paradise Pagar Alam

“Kita di tempirai ini menganut sistem patrilineal, jadi sebagai anak laki-laki tertua mempunyai tanggung jawab moral dalam mengurus jongot ini,” katanya.

Jongot biasanya ditanami pohon buah-buahan, tumbuhan obat-obatan yang dapat memenuhi kebutuhan Faisal beserta keluarga, serta menjadi ajang kumpul bersama kerabat.

“Kami biasanya mengajak keluarga besar untuk panen bersama sebagai ajang silahturahmi dan memperkuat persaudaraan,” jelas Faisal.

Meskipun tradisi jongot telah hidup lama dalam ingatan kolektif masyarakat setempat, dan diwariskan turun temurun. Faisal mengaku lahan adat miliknya belum dilakukan pendataan oleh pemerintah, serta tidak memiliki sertifikat atau dokumen legal lainnya.

“Belum pernah sama sekali, untuk sertifikat atau surat-surat lainnya juga tidak ada, namun jongot sudah menjadi pengetahuan masyarakat sekitar di sini,” ujarnya.

Hukum adat masih menjadi benteng utama pelestarian jongot. Namun sinkronasi dengan hukum positif akan memperkuat posisinya, memastikan lahan adat ini tetap menjadi ‘rumah besar’ dari keanekaragaman hayati.

“Kalau lahan jongot ini hilang sangat disayangkan sekali, karena jongot memiliki beragam fungsi sumber tanaman obat, pangan, dan papan,” kata Faisal.

Menurutnya cara yang dapat dilakukan untuk mempertahankan jongot, adalah dengan mengajarkan generasi penerus masyarakat adat Tempirai, tentang lahan adat warisan leluhur mereka yang dijadikan simbol persaudaraan.

“Kita harus mengajari anak dan cucu kita tentang aturan jongot, karena ini sebagai identitas keluarga dan kita harus menjaga ini,” pesannya.

Faisal berharap pemerintah dapat memperhatikan jongot sebagai lahan adat yang ada di tempirai, ia mendambakan wilayah yang secara historis dimiliki, dikelola, dan digunakan oleh masyarakat adat Tempirai dapat dijadikan cagar budaya.

“Untuk jongot ini kami harap bisa dipertahankan karena lahannya tidak terlalu luas, jika dijual uangnya-pun tidak seberapa, makna silahturahmi jongot akan hilang,” tegas Faisal.

Reporter: Mohamad Shabir Al Fikri
Editor: Marsya Dwi Rismanda

About Post Author

Ahmad Hafiizh Kudrawi

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post Fakultas Dakwah UIN Dorong Penguatan Tata Kelola Prodi di Era Jurnalisme Digital
Next post Manisnya Cokelat dari Tanah Karo, Seulas Mimpi Pendidikan Tinggi untuk Anak