
Artikel – Ukhuwahnews | Banjir yang kerap melanda wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) telah menjadi masalah tahunan yang tak kunjung usai.
Setiap kali musim hujan tiba, wilayah ini sering dilanda banjir besar yang mengganggu aktivitas sehari-hari, merusak infrastruktur, dan bahkan mengancam keselamatan masyarakat.
Untuk memahami mengapa banjir di Jabodetabek terus terjadi, beberapa penyebab utama banjir Jabodetabek
1. Perubahan Tata Kota dan Pemukiman di Kawasan Banjir
Salah satu penyebab utama banjir di Jabodetabek adalah perubahan tata kota yang pesat, terutama pembangunan di daerah-daerah yang sebelumnya merupakan daerah resapan air. Seiring dengan pesatnya urbanisasi dan ekspansi permukiman, banyak area yang seharusnya menjadi daerah resapan air, kini berubah menjadi lahan terbangun, seperti gedung-gedung tinggi, pusat perbelanjaan, dan perumahan.
Baca juga: Mengenal Lebih Dekat Terkait ‘NPD’
Tanah yang sebelumnya mampu menyerap air hujan, kini menjadi permukaan keras yang tidak dapat menyerap air, menyebabkan aliran air hujan mengalir ke saluran-saluran yang ada, yang seringkali sudah tidak cukup menampung volume air yang besar.
2. Sungai yang Tidak Mampu Menampung Debit Air yang Tinggi
Selain perubahan tata kota, banyak sungai di wilayah Jabodetabek juga mengalami penyempitan akibat pembangunan yang tidak terkendali di sepanjang bantaran sungai. Penyempitan sungai ini mengurangi kapasitasnya dalam menampung aliran air hujan.
Ketika hujan lebat turun dalam waktu singkat, sungai yang sudah sempit ini tidak mampu menampung debit air yang besar, yang akhirnya meluap ke permukiman di sekitarnya.
Selain itu, sejumlah saluran drainase yang mengarah ke sungai juga sering kali mengalami penyumbatan akibat sampah atau endapan yang menghalangi aliran air.
3. Kurangnya Pengelolaan Sampah yang Efektif
Sampah yang dibuang sembarangan menjadi salah satu masalah besar yang menyebabkan banjir di Jabodetabek. Sampah yang menumpuk di saluran air atau sungai akan menyumbat aliran air, yang pada gilirannya menghambat sistem drainase.
Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, tingginya volume sampah yang dibuang sembarangan ke sungai dan saluran air menjadi faktor penyumbat yang memperburuk potensi banjir. Ketika saluran air tersumbat, air hujan tidak dapat mengalir dengan lancar dan cenderung meluap ke jalan-jalan dan permukiman penduduk.
4. Perubahan Iklim dan Intensitas Curah Hujan yang Meningkat
Perubahan iklim juga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya banjir. Dalam beberapa tahun terakhir, curah hujan di Jabodetabek mengalami peningkatan yang signifikan. Hujan yang turun dalam intensitas tinggi dalam waktu singkat membuat volume air yang harus disalurkan jauh lebih besar daripada kapasitas infrastruktur yang ada.
Curah hujan yang ekstrem ini, ditambah dengan faktor lainnya seperti buruknya pengelolaan drainase, memperburuk risiko banjir.
5. Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau yang Tidak Optimal
Kurangnya ruang terbuka hijau (RTH) yang memadai juga menjadi salah satu penyebab banjir di Jabodetabek. RTH berfungsi untuk menyerap air hujan dan mengurangi risiko terjadinya banjir.
Namun, seiring berkembangnya pembangunan di perkotaan, banyak ruang terbuka hijau yang hilang dan tergantikan dengan beton dan aspal. Sebagai hasilnya, air hujan tidak lagi dapat meresap dengan maksimal ke dalam tanah, dan cenderung mengalir di permukaan, memperparah potensi banjir.
Pemerintah daerah dan pusat telah berusaha melakukan berbagai langkah untuk mengatasi banjir di Jabodetabek, mulai dari pembangunan waduk, normalisasi sungai, hingga peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan pengelolaan sampah yang lebih baik.
Namun, solusi jangka panjang juga membutuhkan keterlibatan aktif masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan serta penataan tata ruang kota yang lebih baik.
Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai penyebab banjir di Jabodetabek, diharapkan kita bisa lebih siap dalam menghadapi potensi bencana ini, serta bersama-sama mencari solusi yang lebih efektif untuk mengurangi dampak banjir di masa depan.
Penulis: Rani Dwi Oktafidiya (Sekretaris Umum)
Editor: Annisaa Syafriani
About Post Author
Annisaa Syafriani
More Stories
Keunikan dan Sejarah Festival Tabot, Tradisi Provinsi Bengkulu
[caption id="attachment_3842" align="aligncenter" width="900"] Antusiasme masyarakat yang turut meramaikan Festival Tabot 2025. Ukhuwahfoto/Vivin Noor Azizah[/caption] Bengkulu-Ukhuwahnews | Kata Tabot sendiri...
Mengukir Jejak Pengabdian: KKN Rekognisi Mahasiswa UIN Raden Fatah di Masjid Nurul Khoirot
[caption id="attachment_3700" align="aligncenter" width="1024"] Doc/KKN Rekognisi[/caption] Palembang - Ukhuwahnews | Pengabdian kepada masyarakat menjadi bagian penting dari Tri Dharma Perguruan...
Cerita Juwita, Mahasiswi UIN RF Raih Segudang Prestasi Hingga Tingkat Nasional
[caption id="attachment_3587" align="aligncenter" width="300"] Juwita Sylvana Agustin, mahasiswi berprestasi Program Studi Politik Islam UIN Raden Fatah Palembang, menunjukkan semangat muda...
Berkurban: Wujud Kepatuhan dan Cinta kepada Allah
[caption id="attachment_3599" align="aligncenter" width="300"] Doc by/sahrul ddv[/caption] Artikel-Ukhuwahnews| Setiap tahun, umat Islam di seluruh dunia memperingati Hari Raya Idul Adha...
PTN-BH, Rancangan Inovasi Kampus atau Siasat Ladang Bisnis Pendidikan
[caption id="attachment_3297" align="alignnone" width="300"] Design/Ahmad Hafiiz Qudrawi[/caption] Kuliah di universitas negeri dulu menjadi impian bagi pelajar karena biaya murah, namun,...
Data Resmi WHO: Catat Beberapa Negara ini Memiliki Umur Panjang Tertinggi di Dunia
[caption id="attachment_3171" align="aligncenter" width="900"] Sumber/pch.vector[/caption] Artikel-Ukhuwahnews | Usia harapan hidup adalah salah satu indikator penting dalam menilai kualitas hidup dan...
Average Rating