Read Time:3 Minute, 3 Second
Design/Ahmad Hafiiz Qudrawi

Kuliah di universitas negeri dulu menjadi impian bagi pelajar karena biaya murah, namun, masihkah alasan itu tetap relevan dengan kenaikan biaya makin mahal.

Munculnya status Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) masih menjadi topik hangat diperbincangkan hingga saat ini. Tujuan dari PTN-BH membuka peluang kampus untuk mengatur keuangan dan manajemen PTN itu sendiri, sehingga harapannya kampus dapat menemukan solusi inovatif, sementara itu sebagian besar masyarakat melihatnya sebagai bentuk kormesialisasi pendidikan.

Mengupas lebih lanjut PTN-BH, ternyata punya potensi positifnya, yakni kampus mampu menambahkan prodi terbaru atau menghapus prodi yang tidak lagi diperlukan. Status PTN-BH juga mendorong pencarian dana yang dibutuhkan secara mandiri, sehingga apabila ada hal yang mendesak kampus tidak perlu lagi menunggu anggaran dana yang biasanya diberikan oleh pemerintah.

Baca Juga: Efisiensi Dana vs Kualitas Pembelajaran: Menimbang Kebijakan Belajar Daring di Hari Jum’at

Meskipun begitu, permasalahan utama terkait status PTN-BH ini adalah berubahnya visi lembaga pendidikan, yang menjunjung tinggi keilmuan dan pembentukan karakter menjadi ladang bisnis yang mengutamakan keuntungan semata.

Benarkah gagasan status PTN-BH adalah demi inovasi kualitas pendidikan lebih baik atau hanya propaganda pihak kampus agar bisa berbisnis di lingkup pendidikan.

Polemik dari PTN-BH: antara inovasi atau bisnis

Tak dapat dipungkiri, peralihan PTN-BH berhak mengelola keuangan dan mencari pendanaan secara mandiri, setidaknya hak tersebut memberi celah pada lembaga pendidikan mengubah orientasi yang seharusnya fokus pada kualitas pengembangan manusia malah menyimpang menjadi lembaga berorientasi terhadap pencarian keuntungan.

Hal ini diperkuat dengan kampus yang berstatus PTN-BH diizinkan, menerima mahasiswa baru melalui jalur mandiri maksimal 50 persen dari total mahasiswa yang diterima. Tentunya, kampus bisa meraup pendapatan karena pada jalur mandiri terdapat biaya pangkal atau uang gedung yang diatur langsung oleh pihak perguruan tinggi, biaya pangkal terbesar biasanya pada prodi kedokteran mencapai sebesar 200-250 juta.

Mengutip dari Kompaspedia, salah satu PTN-BH, Universitas Sumatera Utara (USU) menaikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada mahasiswa baru angkatan 2022/2023. Bahkan sempat ada salah satu kasus viral, dimana mahasiswa baru yang mengajukan keringanan UKT justru diminta pihak kampus untuk melakukan pembayaran dengan cicilan.

Ironis sekali melihat beragam polemik telah terjadi, sudah seharusnya perguruan tinggi sebagai salah satu institusi yang berperan besar terhadap berkembangnya pendidikan, universitas punya tanggung jawab untuk menyediakan lingkungan akademik bagi mahasiswa yang memfasilitasi pemahaman mendalam, pengembangan keterampilan, pemikiran kritis dan eksplorasi berbagai ilmu pengetahuan.

Hakikat seutuhnya pendidikan

Sejatinya pendidikan adalah sebuah niat mulia yang wajib diwujudkan oleh pemerintah. Bahkan hal ini telah ditekankan melalui pembukaan UUD 1945 berbunyi “mencerdaskan kehidupan bangsa” maka dari itu, pemerintah harus berusaha keras untuk melaksanakan pendidikan yang merata serta adil bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Salah satu institusi yang harus mendapatkan perhatian penuh dari pemerintah, adalah perguruan tinggi yang menjadi tempat membangun manusia yang berintelektual. namun tidak luput juga memiliki karakter yang sopan serta beradab, sehingga mampu mengatasi kesenjangan dan permasalahan di lingkungan masyarakat sekitar.

Menurut buku Menjadi Bangsa Terdidik yang merangkum salah satu esai Soedjatmoko, menuliskan perguruan tinggi seharusnya berperan jauh daripada fungsi pengajaran atau penggerak semata. Melampui hal itu, perguruan tinggi seharusnya menjadi pusat penciptaan masyarakat baru, yang berbudaya, mampu berpikir kritis atau terbuka terhadap ilmu pengetahuan, sehingga mampu menjadi “alat pendewasaan bangsa”.

Hingga akhirnya, polemik PTN-BH harus diatasi dengan kesadaran, semoga penerapan status perguruan tinggi ini menjadi cara untuk memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan akses pendidikan penuh, bukan menjadi alat propaganda untuk meraih keuntungan pada pihak tertentu.

Walaupun PTN-BH memberi sedikit kebebasan untuk mengelola manajemen kampus itu sendiri, pemerintah harus tetap berkewajiban untuk mendanai dan mengawasi PTN-BH agar tetap mengutamakan kebebasan akademik tanpa mengabaikan tata kelola perguruan tinggi.

Reporter: Ahmad Hafidz Qudrawi
Editor: Vivin Noor Azizah

About Post Author

Vivin Noor Azizah

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post Efisiensi Dana vs Kualitas Pembelajaran: Menimbang Kebijakan Belajar Daring di Hari Jum’at
Next post Potret Kebahagiaan dan Antusias Wisudawan di Wisuda Ke-92 UIN RF