
Lahat — Ukhuwahnews | Pagi itu, Minggu (19/10/2025) di jembatan gantung yang menghubungkan lahan pertanian dan rumah warga Desa Telatang, Kecamatan Merapi Barat, tiga siswa SMP Negeri 1 Merapi Barat terlihat duduk bersisian. Salah satu dari mereka, menggenggam sebatang pancing sederhana.
Kevin Maulana, M Deo Pratama, dan Raffi Novriansyah menatap air Sungai Pendian yang kini berwarna kecokelatan. “Ikan apa dek di pancing?,” katanya. Tanyaku sembari melihat ke bawah jembatan.
“Ikan pilo sama kepiat,” jawab Kevin pelan.
Melihat deras air yang mengalir, besar harapan ketiga bocah tersebut untuk mendapatkan ikan dengan umpan cacing. Namun, hampir satu jam waktu berlalu tidak ada satu pun ikan yang memakan umpan tersebut.
Pada dasarnya, sungai tersebut sudah tercemar oleh limbah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang membuat ikan pada mati. Padahal sungai Pendian yang selama bertahun-tahun menjadi sumber air utama, kini tidak lagi dapat dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk dikonsumsi .
Keresahan itu terutama dirasakan para petani yang bergantung pada air sungai untuk mengairi sawah. Ahmad Supri (75), salah seorang petani menuturkan bahwa hasil panen terus menurun sejak beroperasinya PLTU Keban Agung pada 2012.
“Dulu satu bidang sawah bisa dapat tujuh kuintal padi. Sekarang dua kuintal pun sudah untung,” tuturnya.
Supri mengatakan kondisi tanah semakin keras dan gersang, sementara debu dari aktivitas PLTU kerap menempel di permukaan tanaman. Air yang digunakan untuk menyiram sawah juga tidak lagi jernih seperti dulu.
“Kalau pakai air sungai, tanaman malah cepat mati,” katanya lirih.
Air Bersih Jadi Barang Langka
Warga pun harus beradaptasi. Sebagian menggali sumur di kebun, sebagian lainnya menampung air hujan.
“Kalau malam hujan, kami langsung siapin ember dan drum, itu satu-satunya cara dapat air bersih,” ucap Supri.
Kesulitan serupa dialami oleh Semi (55), petani perempuan yang mengandalkan hasil kebun sayur dan cabai. Ia mengaku hasil panen terus merosot sejak beberapa tahun terakhir.
“Bunga cabai sering layu dan gugur sebelum jadi buah. Sekarang panen cuma empat karung, dulu bisa dua puluh,” katanya.
Semi menjelaskan, kondisi tanah yang kehilangan kesuburan membuat banyak petani menyerah dan membiarkan lahannya terbengkalai. Modal untuk pupuk dan bibit sering kali tak sebanding dengan hasil yang didapat.

Warga Tuntut Pemulihan Lingkungan
Penurunan hasil panen dan pencemaran air membuat perekonomian warga Telatang semakin terpuruk. Sebagian besar warga di desa ini hidup dari pertanian, dan kini mereka harus berjuang di tengah kondisi alam yang terus menurun kualitasnya.
“Kami cuma ingin lingkungan kami pulih lagi. Air sungai bersih, tanah subur, dan anak-anak bisa main tanpa takut gatal,” ujar Supri berharap.
Kini, Sungai Pendian tidak lagi menjadi tempat warga menggantungkan harapan, melainkan pengingat tentang harga mahal yang harus dibayar sebuah desa ketika industri datang tanpa kendali.
Reporter: Marshanda
Editor: Ahmad Hafiizh Kudrawi
About Post Author
Ahmad Hafiizh Kudrawi
More Stories
Siti Aminah, Penjaga Tradisi Nipah di Tepi Sungai Musi
[caption id="attachment_4623" align="aligncenter" width="1600"] Pengrajin mengikat daun nipah kering yang akan dijadikan rokok pucuk nipah di Kampung Anyaman 3/4 Ulu,...
Aksi Demonstrasi Bukan Hanya Kerusuhan, Wujud Suarakan Kemanusiaan
[caption id="attachment_4466" align="aligncenter" width="1500"] Pengunjuk rasa masuk ke halaman gedung DPRD Sumsel, Senin (01/09/2025). Ukhuwahfoto/Al Dona[/caption] Penulis: Selo Obrian (Pengurus...
Menyusuri Warisan Tionghoa di Tepi Musi
[caption id="attachment_4373" align="aligncenter" width="1280"] Papan bertuliskan sejarah singkat berdirinya Kampung Kapitan yang berada di Kelurahan 7 Ulu Kota Palembang, Senin...
Pempek di Tengah Riuh Negeri: Kisah dari Ulu Palembang
[caption id="attachment_4377" align="aligncenter" width="1280"] Pempek goreng yang siap disajikan kepada pengunjung kedai, di Kecamatan Seberang Ulu 1 Palembang, Senin (25/08/2025)....
Bukan Sekadar Seduhan Kopi: Realitas Kedai Ruang Diskusi
[caption id="attachment_4318" align="aligncenter" width="2560"] Potret Mahesa Putra sedang melakukan proses pembuatan kopi di meja bar kedai kopi Mibar, di Jalan...
Manisnya Cokelat dari Tanah Karo, Seulas Mimpi Pendidikan Tinggi untuk Anak
[caption id="attachment_4203" align="aligncenter" width="1620"] Dok/Kelompok Bhinneka Tunggal Ika[/caption] Penulis: Kelompok Bhinneka Tunggal Ika Medan-Ukhuwahnews | Pada pagi yang menyuguhkan sejuknya...

Average Rating