
Penulis: Rhessyamaris (Pemimpin Redaksi)
Editorial-Ukhuwahnews | Kabar duka kembali menghiasi kanal media Indonesia. Setelah diperas habis melalui pajak, rakyat kembali dirundung persoalan yang tak ada habisnya. Ironisnya, ketika masyarakat menjerit demi kebutuhan dasar yang kian sulit dijangkau, para pejabat justru sibuk memperdebatkan kenyamanan kursi.
Publik dibuat geram dengan isu terkait tunjangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Secara resmi, data menyebutkan gaji pokok anggota dewan sekitar Rp4,2 juta per bulan. Namun, setelah ditambahkan dengan berbagai tunjangan, total pendapatan mereka bisa melambung hingga Rp90–100 juta. Bahkan, menurut laporan Seknas FITRA, rata-rata anggota DPR menerima sekitar Rp230 juta per bulan. Jika dikalikan dengan 580 anggota legislatif, negara harus menanggung beban hingga Rp1,6 triliun per tahun hanya untuk gaji dan tunjangan wakil rakyat.
Di tengah situasi ekonomi yang kian menghimpit, para wakil rakyat malah memperjuangkan hak duduk di kursi empuk dan tunjangan berlapis. Fenomena ini seolah menampar nurani bangsa, ketika rakyat berteriak karena lapar, politikus justru sibuk menakar kenyamanan diri.
Kasus ini menambah daftar panjang keluhan rakyat terhadap kinerja DPR. Bukan kali pertama bagi publik menyaksikan penggerak legislatif lebih sibuk urusan fasilitas ketimbang memperjuangkan kepentingan rakyat. Ketika isu tunjangan pejabat mencuat ke media, wajar jika rakyat mempertanyakan moral para wakilnya.
Namun, keresahan tidak hanya berhenti di ranah parlemen. Aparat yang seharusnya menjadi pelindung seringkali hadir dengan wajah yang menakutkan. Demonstrasi yang dilakukan untuk memperjuangkan aspirasi, seringkali berakhir dengan kekerasan. Suara rakyat yang seharusnya disambut dengan telinga dan empati, justru dihadapkan pada gas air mata, deretan tameng dan deru mobil baja.
Pada akhirnya, drama seputar gaji, tunjangan, dan kursi empuk hanyalah potret kecil dari wajah demokrasi yang pincang. Rakyat seolah diminta bersabar tanpa henti, sementara para elit berlomba mencari kenyamanan di atas penderitaan publik.
Jika demokrasi terus berjalan dengan wajah seperti ini, maka jangan salahkan rakyat bila pada akhirnya kehilangan harapan. Sebab, demokrasi sejatinya bukan tentang kursi empuk di gedung megah, melainkan tentang keberanian mendengar, melayani, dan mengutamakan kepentingan mereka yang paling lemah.
Legitimasi politik tidak lahir dari fasilitas mewah, gedung megah, atau tunjangan berlapis. Legitimasi sejati hanya tumbuh dari kepercayaan rakyat. Dan bila kepercayaan itu hancur, sebesar apa pun gedung parlemen berdiri, kekuasaan dapat sewaktu-waktu digulingkan oleh rakyat.
Pesan bagi pemimpin negeri ini, kembali renungkan amanat rakyat. Kursi empuk bukanlah simbol kekuasaan, melainkan tanggung jawab. Tunjangan bukan sekedar angka dalam lembar gaji, tapi konsekuensi kepercayaan yang diberikan oleh rakyat. Jika kian digerus tak segan juga rakyat menarik kembali mandat yang pernah dititipkan.
“Sejarah mencatat tegas dan tidak akan memaafkan penguasa yang dzalim terhadap rakyatnya sendiri,”
Editor: Ahmad Hafiizh Kudrawi
About Post Author
Ahmad Hafiizh Kudrawi
More Stories
Fakta pahit MBG tetap jalan Meski Banyak Murid keracunan
[caption id="attachment_4679" align="aligncenter" width="1600"] Dok/espos.id[/caption] Artikel-Ukhuwahnews |Program MBG (Makanan Bergizi Gratis) yang dijalankan di sejumlah sekolah terus berlangsung meskipun telah...
Anak Empat Tahun Meninggal Akibat Infeksi Cacing, Cacing Ditemukan Hingga Otak
[caption id="attachment_4395" align="aligncenter" width="612"] Sumber: Istock/srisakorn[/caption] Artikel-Ukhuwahnews | Indonesia digemparkan oleh kasus tragis seorang anak perempuan berusia empat tahun asal...
Minuman Sehat Berkafein: Pilih Matcha atau Kopi?
[caption id="attachment_4276" align="aligncenter" width="1080"] Ukhuwahdesain/Manda Dwi Lestari[/caption] Artikel-Ukhuwahnews | Matcha menjadi salah satu minuman alternatif yang digemari generasi muda selain...
Lada Mentah Pagar Alam per 80 Ribu, Petani Harap Dukungan
[caption id="attachment_4165" align="aligncenter" width="1620"] Proses penjemuran lada hitam di kelurahan bangun jaya kota pagaralam utara. Sabtu, (16/08/2025) Ukhuwahfoto/Ranidwioktafidiya[/caption] Pagar Alam-Ukhuwahnews...
Janji Tinggal Janji : Apakah Kemiskinan Harus Kita Wariskan Lagi?
[caption id="attachment_4073" align="aligncenter" width="2000"] Sumber/Freepik[/caption] Artikel-Ukhuwahnews | Kemiskinan masih menjadi tantangan terbesar di Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS)...
Keunikan dan Sejarah Festival Tabot, Tradisi Provinsi Bengkulu
[caption id="attachment_3842" align="aligncenter" width="900"] Antusiasme masyarakat yang turut meramaikan Festival Tabot 2025. Ukhuwahfoto/Vivin Noor Azizah[/caption] Bengkulu-Ukhuwahnews | Kata Tabot sendiri...
Average Rating