Read Time:2 Minute, 28 Second
Pempek goreng yang siap disajikan kepada pengunjung kedai, di Kecamatan Seberang Ulu 1 Palembang, Senin (25/08/2025). Ukhuwahfoto/Rhessyamaris

Penulis: Rhessya maris (Pemimpin Redaksi)

Feature-Ukhuwahnews | Di tengah morat-maritnya persoalan demokrasi di Indonesia, kehidupan masyarakat tetap berjalan sebagaiman mestinya. Di Palembang, khususnya kawasan ulu, aktivitas warga terus berdenyut dengan pempek sebagai ciri khasnya. Olahan ikan yang menjadi ikon kuliner ini masih menjadi primadona bagi banyak orang yang mencari ketenangan di tengah hiruk-pikuk keadaan negeri.

Pempek koyek, dapat menjadi opsi untuk menikmati pempek dengan cita rasa yang khas dan terjangkau. Kedai yang sudah berdiri selama kurang lebih 30 tahun ini, tak hanya menawarkan rasa yang konsisten tetapi juga menghadirkan suasana khas warung kampung. Mulai dari bangku kayu yang mulai kusam, aroma cuko yang pekat dan celoteh pembeli yang tak kunjung berhenti.

Baca juga: Menyusuri Warisan Tionghoa di Tepi Musi

Selain itu, pengunjung juga dapat menyaksikan langsung proses pembuatan pempek di daput terbuka yang menjadi daya tarik tersendiri. Dari tangan-tangan peracik yang terampil dapat menjadi makanan yang sempat menempati posisi ke-4 dari 50 makanan seafood terenak di dunia.

Ikan segar hasil tangkapan nelayan menjadi bahan utama pembuatan pempek, di Kecamatan Seberang Ulu 1 Palembang, Senin (25/08/2025). Ukhuwahfoto/Rhessyamaris

Berlokasi di Kecamatan Seberang Ulu I, Kota Palembang. Dengan merogoh kocek sebesar Rp. 1000 untuk per satu pempek, pengunjung dapat menikmati kuliner ini setiap hari dari pukul 08:00 sampai 18:00 WIB.

Para pegawai dapur tampak sibuk dengan ritme kerja yang nyaris tidak berjeda. Kaos yang dipenuhi bercak tepung, tangan tanpa henti menguleni adonan, sementara wajah beradu dengan uap panas dari panci yang terus mengepul.

Sesekali terdengar bunyi spatula yang beradu dengan wajan, menambah riuh suasana dapur. Pengunjung seolah diajak merasakan setiap potongan pempek bukan hanya sekedar makanan, tetapi hasil kerja keras dan keterampilan para pekerja.

Prosesnya tampak sederhana tapi menyimpan daya magis, aroma khas ikan yang merebak, bunyi gemercik minyak panas, hingga percakapan yang tercipta menambah keintiman suasana. Pengalaman menyantap pempek menjadi lengkap setelah melihat sendiri bagaimana makanan itu lahir dari dapur.

Tangan terampil para pekerja mengolah adonan ikan sebelum menjadi pempek, di Kecamatan Seberang Ulu 1 Palembang, Senin (25/08/2025). Ukhuwahfoto/rhessyamaris

Selain pempek koyek, banyak kedai lain yang bisa dikunjungi. Setiap kedai memiliki keunikan tersendiri, mulai dari cita rasa cuko yang berbeda-beda hingga cara pernyajian yang khas.

Tidak hanya soal makanan, pengunjung juga bisa menyaksikan aktivitas lain, seperti proses pengolahan daging ikan segar yang nanti menjadi bahan utama pempek, atau sekedar menikmati pemandangan orang-orang yang memancing di tepi sungai Musi.

Gambaran ini memperlihatkan betapa erat hubungan masyarakat dengan sungai dan hasil laut, dimana kegiatan sehari-hari, kuliner hingga tradisi berpadu menjadi satu lanskap kehidupan yang utuh. Bagi wisatawan, pengalaman ini bukan hanya sekedar mencicipi pempek, melainkan istrahat sembari menyelami denyut nadi Palembang dari dekat.

Editor: Ahmad Hafiizh Kudrawi

About Post Author

Ahmad Hafiizh Kudrawi

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post Mandat yang Diingkari
Next post Menyusuri Warisan Tionghoa di Tepi Musi