Penulis: Winda Wulandari (Pengurus LPM Ukhuwah)
“Kalau 10 terlalu sempurna. Kalau 8 gak bersyukur, jadi 9,5 lah,” kata Bang Is sembari tawanya lepas.
Pertama kali memijakkan kaki di Pasar Bawah Pekanbaru, mata saya langsung tertuju padanya. Pria berkaus cokelat dipadu celemek bermotif garis merah putih itu menyambut dengan senyuman. Cat hijau menyelimuti gerainya. Tak lupa banner di sisi depan dan kanan outlet bertuliskan “Hidangan Para Raja Dapur Bolu Kemojo Varisha” terpasang rapat.
Sederhana dan kecil, tapi ruangan itu bisa menampung banyak barang. Panggangan yang berukuran besar, dua meja penampung barang-barang serta dua baskom berisikan adonan basah mengisi ruangan itu.
Gerakan yang gesit dan lincah, pria berkumis tipis itu mengangkat Kemojo yang sudah matang ke meja. Saat panggangan dibuka, aroma khas bolu mengudara dengan tepat ke hidung saya. Adonan demi adonan ia tuangkan lagi ke cetakan yang berbentuk bunga Kamboja.
“Dibuat dengan cetakan yang menyerupai bunga Kamboja. Kata Kemojo disematkan untuk kue yang bewarna hijau terpampang disini,” jelasnya singkat pada saya.
Sudah memasuki tahun keempat, Bang Is menjalankan usahanya.Tiga tahun berdagang di Kecamatan Rumbai, Pekanbaru. Ia kemudian beralih ke Pasar Bawah Pekanbaru. Sebelum menjajaki dunia usaha, Bang Is merupakan lulusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang. Lima tahun silam, tepatnya 2019 ia sempat menjabat sebagai kepala Biro Universitas Adiwangsa Jambi.
Setelah menjabat sebagai kepala Biro, ia kemudian beralih profesi. Tentunya Bang Is punya alasan tertentu, yaitu mengikuti jejak sang isteri yang pindah mengajar ke Pekanbaru.
“Enggak. Enggak sama sekali saya menyesal untuk meninggalkan pekerjaan sebelumnya. Bagi saya dunia usaha itu penting. Karena sejauh apapun berkarir, ujung-ujungnya kita akan kesitu juga,” jawabnya diiringi tawa kecil.
Hari itu sangat panas, tetapi semangat Bang Is tak pernah lengah. Tangannya yang lihai terus mengaduk adonan, lalu pindah memeriksa panggangan. Bisnis bolu Kemojo bukan yang pertama. Dalam arti, ia sempat menggeluti bisnis yang lain.
Namun, Bang Is mengaku pada saya. Ia tetap ingin menggeluti bisnis bolu Kemojo. Sebab usahanya itu bisa menambah kepalan asap didapurnya.
“Kalau saya rating usaha saya sekarang, 10 terlalu sempurna. Kalau 8 gak bersyukur, jadi 9,5 lah,” kata Bang Is sembari meyakini jika asyik dengan bisnisnya.
“Karena ini yang paling mencuan..” sambungnya sembari tawanya lepas.
About Post Author
Marshanda
More Stories
Siti Aminah, Penjaga Tradisi Nipah di Tepi Sungai Musi
[caption id="attachment_4623" align="aligncenter" width="1600"] Pengrajin mengikat daun nipah kering yang akan dijadikan rokok pucuk nipah di Kampung Anyaman 3/4 Ulu,...
Aksi Demonstrasi Bukan Hanya Kerusuhan, Wujud Suarakan Kemanusiaan
[caption id="attachment_4466" align="aligncenter" width="1500"] Pengunjuk rasa masuk ke halaman gedung DPRD Sumsel, Senin (01/09/2025). Ukhuwahfoto/Al Dona[/caption] Penulis: Selo Obrian (Pengurus...
Menyusuri Warisan Tionghoa di Tepi Musi
[caption id="attachment_4373" align="aligncenter" width="1280"] Papan bertuliskan sejarah singkat berdirinya Kampung Kapitan yang berada di Kelurahan 7 Ulu Kota Palembang, Senin...
Pempek di Tengah Riuh Negeri: Kisah dari Ulu Palembang
[caption id="attachment_4377" align="aligncenter" width="1280"] Pempek goreng yang siap disajikan kepada pengunjung kedai, di Kecamatan Seberang Ulu 1 Palembang, Senin (25/08/2025)....
Bukan Sekadar Seduhan Kopi: Realitas Kedai Ruang Diskusi
[caption id="attachment_4318" align="aligncenter" width="2560"] Potret Mahesa Putra sedang melakukan proses pembuatan kopi di meja bar kedai kopi Mibar, di Jalan...
Manisnya Cokelat dari Tanah Karo, Seulas Mimpi Pendidikan Tinggi untuk Anak
[caption id="attachment_4203" align="aligncenter" width="1620"] Dok/Kelompok Bhinneka Tunggal Ika[/caption] Penulis: Kelompok Bhinneka Tunggal Ika Medan-Ukhuwahnews | Pada pagi yang menyuguhkan sejuknya...
Average Rating